____pamit

 Terkadang hati tidak selalu berhasil merayu sepasang kaki untuk terus melangkah, Atau sebaliknya kaki pun tidak harus terus membohongi perasaan bahwa mereka kuat.  Hari-hari adalah usaha untuk terus bergerak. Terkadang dengan senyum dan tidak jarang pula dengan air mata. Bahasa tubuh ini mengisyaratkan bahwa hidup adalah hasil kesepakatan; sebagai misal antara kaki dan tubuh, mata dan hati, mulut dan bibir dan bagian-bagian lainnya.

Hari ini sang lelaki tampak masih luncup di sudut kamarnya  bersama sebatang lilin yang  berkobar menyelah angin yang akhir-akhir begitu riuh. Hal yang berbanding terbalik dengan sepi yang saat ini menguasai hati sang lelaki. Ia sedih karena akhir-akhir ini  doa-doanya seakan tak sehangat hari kemarin. Ia  terjebak dalam sudut kamarnya bersama sejuta kenangan dan harap yang ia lukis pada dinding-dinding kamarnya; tentang banyak hal. Mimpi yang samar; ingin untuk terus bersama; rindu senyuman ibu; rumah baca; suara tawa anak kecil; pelukan oma yang paling mahal; cincin yang melingkar pada jari manis sebagai tanda, realita yang memaksanya untuk ikalas dan banyak perihal lainnya. Harapan dan kenangan inilah yang jadi sahabatnya selama ini; sahabat yang paling setia mendengar karena mereka enggan berbicara. Ya di bumi terlalu banyak manusia yang pandai berbicara__sedikit sekali ada yang mahir mendengar.

Kembali ia membakar kurban sembahannya; sebagai itensi semoga malaikat dari surga turun menjumpainya agar  ia bisa menitipkan doa untuk Tuhan. Pikirnya selama ini doanya tak sekuat lelaki lain. Mungkin pula doanya tertukar dengan mereka yang lebih rapuh darinya. Ia akan memaksa malaikat untuk mengantar doanya langsung di hadapan Tuhan; pikirnya kali ini ia akan berhasil.

Pinta paling suci adalah agar cintahnya tetap utuh walau raganya mulai tak seutuh dan sejujur kemarin. Selebihnya hanya harap-harap kecil agar kakinya masih tegar melangkah tanpa sebayang tubuh yang setia menemaninya sejak ia terjaga dari tidur; raga tetap hangat saat dalam perjalanan menembus malam dan rintik hujan; jiwa tetap kuat saat alasannya mulai hilang dan senyumnya tetap mekar saat hati membisik untuk lekas menangis agar lekas merasa damai.

Makin riuh angin di luar kamar berhembus; makin erat ia menggenggam doanya - sedikit lagi malaikat yang ia rindukan segera tiba. Ia bisa merasakannya. Air mata hangat mulai mambasahi wajahnya yang penuh dosa; sengaja ia tak menyekanya; mungkin ini bisa merebut empati Tuhan untuk menjamah kurban bakar yang sedari tadi ia tatakan  di sudut kamar bersama doa-doanya.

Gelap mulai pekat; penantian masih terus bergejolak. Pintu kamar berbunyi; ia mengendap mendekati pintu. Malaikat datang - Tapi bukan sekarang; ia hanya mendapat secarik kertas yang bertulis: “baik-baik ya kamu di sini”___

Ia tersenyum sambil berbisik pada dirinya sendiri: “Hari esok atau lusa nanti kita akan merayu Tuhan lagi”. Ia menyeka wajahnya  sambil merapikan kembali isi kepalanya. Angin di luar mulai lelah; saat yang tepat untuk ia beranjak dan menjumpai banyak orang yang juga sedang menunggunya. Hati dan sepasang kaki kembali saling memeluk. Mareka semakin pandai bersandiwara.

wkwkwkwkwkw



Komentar

Postingan populer dari blog ini

AURELIUS

HUKUMAN ADALAH HAK MANUSIA

Pesawat Terbang dan Kebun Tomat