NAZAR
Seorang gadis kecil dengan langkah yang tangguh mencoba mengukir kisahnya di atas pasir yang menyedihkan. Harapnya adalah semoga semakin banyak mata yang terbuka menyaksikan cantik tapak kaki yang ia tinggalkan; bukan pasir yang melekat pada telapaknya.
Teringat saat awal tatapan itu melekat; persis pikirku dia wanita yang paling berantakan; hatinya berserakan di tepi jalan; dan bahkan saat itu ia tampak kesepian dengan doa-doanya yang hambar. Tetapi akhirnya ia menampakkan sosok yang tersembunyi di balik tangkapan sederhana yang sempat aku rumuskan saat itu. Ternyata ia pandai menyimpan banyak hal. Salah satunya adalah alasan kenapa banyak orang yang jatuh hati padanya.
Sesaat setelah sabda bahagia itu dibacakan akhirnya aku mengerti bahwa ia dikirim Tuhan sebagai tanda bahwa semakin banyak manusia yang buta; bukan karena materi seperti hal yang lazim kita kenal; tetapi buta karena asing akan ketulusan. Ketulusan akan jadi mahal bila kamu tak pernah berpikir bagaimana menciptakannya; bila kamu hanya bermimpi perihal datangnya sang pangeran dengan kuda terbang yang gagah menghampirimu dan mendengar keluh kesamu. Atau sedikit tidaknya merapikan jiwamu yang tampak penuh; lusuh dan tak bertuan. Benar bahwa dingin adalah saat di mana kau mulai kehilangan sebagian dirimu. Jangankan kamu dipeluk, banyangan mu pun bahkan berpikir bagaimana cara menjauh darimu.
Akhir-akhir ini sang gadis kecil tampak gemar merapikan banyak cacian jadi tampatnya untuk berpijak mengukir lebih banyak senyum pada wajah orang-orang yang setia menanti ketulusan; untuk menggapai lebih banyak hati yang merindukan kedamaian. Bahagianya tersusun dari banyak senyum yang ia titipkan pada hati anak-anak kecil dan sisanya pada teras hati manusia yang mengenal selumbar pada matanya. Banyak yang berusaha menyalipkannya pada pikiran yang picik dan menyedihkan; pada kata yang keluar dari mulutnya yang tidak lebih bersih dari toilet umum di terminal bayangan; pada jiwa yang penuh dengan keegoisan; dan kepala yang sarat oleh kecemburuan.
Ia tak pernah lari dari salib yang terus mengusiknya; tatapi ia cukup tangguh untuk memilih bahagia di atas tumpukan sampah yang berserakan; seperti butiran pasir yang hanya menunggu kapan angin datang dan menghempaskannya sia-sia. Bahkan di saat ia berusaha menggenggamnya dengan kedua telapak tangan; tetapi telapak itu sekatika berubah jadi badai yang semakin memperburuk. Gadis itu terus bertumbuh sambil menabur banyak kebaikan karena pikirnya kelak akan banyak orang yang menuai kebahagian jika mereka setia mengikuti jejaknya.
Aku pun mulai mengenakkan jubah putih pada tubunya yang kecil; berkhayal mengangkatnya menjadi ratu sejagat; menikmati senyum yang ia sulam pada bibirnya dan mengaminkan semua kata yang terucap oleh hatinya yang suci. Jika menjadi hamba membuat aku dekat dengan surga seperti ini; maka aku mengaminkan ucap lelaki tua kepadaku beberapa tahun silam; bahwa surga bukan tentang tempat pada dimensi setelah kehidupan. Tetapi surga ada saat kau melihatnya tersenyum; saat menyaksikan ia menyapa rakyatnya dengan anggun; saat di mana ia membenamkan tubuhnya pada pelukan sang Pangeran. Doaku sederhana semoga kelak ketika perang ini berlalu; aku menjadi salah satu lelaki yang tersisa di negeri ini untuk terus menikmati ketulusannya dan kelak jika semesta merestui aku pun ingin memilikinya sebagai jarahan yang paling suci dan menjadi tuan untuk pelukannya yang hangat. Dan mungkin bila esok hari dan lusa nanti nazar itu terbayar lunas.
Tetap semangat mengukir semakin banyak senyum; bukan hanya di wajah tetapi di hati orang-orang yang tulis mencintaimu. Akan ku titipkan amin sebagian padamu dan sisahnya pada doa tulus ibu.
Komentar
Posting Komentar