Ziara Waktu (coretan satu)
05:20
Candu sang lelaki sederhana; tidak ada yang berbeda seperti pagi-pagi yang lalu. Mengawali hari dengan ucap selamat pagi yang seakan jadi litani yang paling sering didaraskan. Tidak lupa ritual pengingat; "jangan lupa isi perutmu, jika tidak sempat, bawa serta dengan sebotol air minum, agar kerjamu lancar dan pikirmu tenang". Percayalah ini hanya ritual sederhana dengan bentuk lain yang sering disajikan oleh laki-laki normal pada umumnya. Akan menjadi tanda pengingat bila kelak kau tidak mendapatkannya lagi. Seperti biasa barisan deret pesan dengan emoticon senyum, peluk atau yang berbentuk hati seakan megaminkan doa sederhana yang pagi-pagi buta telah dilantunkan oleh sang lelaki.
07:00
Ruang celoteh virtual mulai ribut; sang kekasih yang berlari dengan langkah kecil dari kamar menuju kapela. Disambung doa sederhana yang sempat ia bisikan pada TuhanNya. Sedangkan sang lelaki di seberang tengah sibuk berjuang memungut serpihan mimpinya, sembari berpikir apalagi yang perlu ditambahkan agar dikemas jadi kisah bunga tidur paling romantis. Senyum kecil pada bibir mungkin sempat terbentuk kala itu; menemani kesibukan masing-masing ujung jari dengan dunianya yang saling dirahasikan dengan sandi pendamai: RINDU. Rindu tidak lebih dari sekadar kalkulasi waktu kosong tanpa aktifitas. Rindu bukan soal jarak tapi suasana. Rindu jadi doa paling sederhana diucap oleh orang-orang kesepian.
10:00
Percakapan dilanjutkan dengan keluh sang lelaki yang hidup ibarat pemeran utama dalam pertunjukan yang diberi judul TIPU; dikisahkan seorang pria yang tanpak bahagia; pandai mengukir senyum dengan aneka coretan hitam di kepala. Mengabdi pada tuan yang unik; ratu yang kadang baik kadang buas; bersama sosok-sosok yang katanya batu loncat tapi malah pandai menyandung. Dengan ekspetasi yang kadang melewati batas kesanggupan; dilema antar tidur atau sebaiknya lari; mencari cara sandiwara apa lagi yang harus dilukiskan pada dinding-dinding kusam saat waktu terus berganti. Di seberang sang kekasih dengan gusarnya berlangkah dilorong-lorong yang riuh; kaki yang lelah menopang badan dan isi kepala; bisik dering telepon, suara orang yang berjuang mati atau hidup; sambil berpikir keras rencana tempat mana yang malam nanti harus dikunjungi tuk sekadar melepas lelah tapi lebih pada alasan telah menjadi rutinitas; dan cara bahagia apalagi yang perlu dijemput. Sungguh membosankan percakapan di jam ini; mereka saling memamerkan egois dan nafsu masing-masing.
13:00
Sang lelaki yang gelisah. Benar bahwa bukan jalan yang membawa kita pada bahagia melainkan sepasang kaki yang kuat. Juga isi kepala yang pandai bersandiwara di saat-saat yang tepat. Gelisah hari ini seakan dikemas dengan hiasan yang mendekati sempurna; percakapan yang tak tuntas dengan perempuan yang pernah ia tiduri semasa kecil, meyakinkan gadis lain bahwa mencintainya adalah kesalahan yang perlu segera diperbaiki selagi kepalanya masih bersih, dan berpuncak pada kabar sang kekasih yang tak seperti biasanya; menyediakan waktu khusus untuk para penjilat. Kelompok yang pandai berkata lelah disela-sela gemerlap lampu malam dan meja dengan tulang bekas pada pangkal perutnya. Pengkhianatan yang lembut label sang lelaki; kekonyolan yang menjijikan mungkin pikir sang kekasih. Dan sejak terakhir kabar itu terdengar ritual sang lelaki dimulai kembali. Persis ada semacam kumpulan setan di kepala yang harus dibasmi; harus dibunuh. Cacian mungkin jadi nisan paling tepat untuk menutupi percakapan di jam ini.
16:00
Seperti biasa isi kepala yang liar kembali menata harap, cemas, takut dan banyak rasa lain yang mungkin masih bisa diselamatkan. Perkara sebelumnya bukanlah reaksi yang berlebihan seperti yang ada di benak sang kekasih; tetapi paling sederhana soal ikut merasa apa yang dirasakan pikir sang lelaki. Bahwa sang kekasih makan sepiring dengan bajingan yang membuat lelakinya gusar sepanjang hari. Bukan soal dengki atau caci; tatapi paling halus soal ikut merasa berat yang salama ini sengaja mereka bebankan pada pundak sang lelaki. Rasa yang membuat air mata sekaan lupa bagaimana ia harus mewujud; terlihat. Sekali lagi yang sederhana adalah yang paling rumit untuk dimengerti, apalagi jika tidak pakai hati. Percakapan jam ini seakan jadi penutup untuk ziara waktu di hari yang cukup berat.
Bersambung...
RINDU. Rindu tidak lebih dari sekadar kalkulasi waktu kosong tanpa aktifitas. Rindu bukan soal jarak tapi suasana. Rindu jadi doa paling sederhana diucap oleh orang-orang kesepian. 💔
BalasHapusberhenti merindu
Hapus