IKAN BERTELUR EMAS

____

Pada mulanya adalah egois; melepas beban yang mendera dan dengan paksa membaginya pada isi kepala sang perempuan. Kasar memang; buah dari ego selalu adalah kehancuran. Katanya ia sudah tenang, setelah seharian menghela nafas yang sesak dengan kecewa. Seperti segerombolan ikan laut lepas yang dirayu berenang dalam aqurium yang sesak. Umpatan yang keluar dari mulut lelaki yang katanya dititipkan untuknya, tepat membuatnya berdarah tanpa tinggalkan bekas luka. Sakitnya tepat pada inti hati hingga sepasang matanya harus berjuang mengiklaskan pipihnya basah. Iklas katanya -- mungkin ini jenis sedih yang belum tertera dalam kitab tata bahasa makhluk antah-barantah.

Sekarang percakapan yang tertinggal hanya oleh ujung jari dan penyesalan; mereka berdebat apa yang harus dibuat. Merayakan sesal dengan enggan berbicara; atau berempati kepada isi hati yang ingin sekali memeluk; kali-kali ada harap yang masih bisa dibawa pulang atau sedikit tidaknya kesempatan untuk mengulang. Percayalah perkara pulang bukan hanya tentang rumah tetapi seseorang yang jadi alasan ia keluar dari dirinya.

Perempuan dari seberang dengan isi kepala yang terdesak sadar bahwa hatinya terluka. Butuh waktu untuk memungut kembali kepercayaan yang dilumat habis oleh ego di kepala. Butuh kesabaran untuk menyatukan kembali mimpi-mimpi kecil yang dulu sempat dirajut bersama di sela-sela perbincangan malam. Penyesalan sebenarnya bukan hanya datang kemudian tapi kadang juga pergi dengan meninggalkan sejuta kebingungan. Tidak sadar bahwa telah diakhiri dan bingung bagaimana harus memulai. Berlaku pula hukum kebalikan.

Perempuan setengah napas sebenarnya bukan dia yang tersiksa, tapi setengah napas itu adalah milik lelaki yang hari ini masih tekun berdoa; merayu tuhannya agar mau membantu mengembalikan setengah napas bersama sosok gadis yang dulu ia percayakan untuk menjaganya. Kini doa sang lelaki sederhana; semoga setengah napas itu ia pulangkan dengan tangan telanjang bukan dititipkan lewat diam yang selama ini riuh di kepalanya. Lututnya mungkin telah lelah kerena seharian mencumbu palang kayu pada bangku doa; tapi hatinya masih tegar untuk meyakinkan tuhan bahwa ia tidak bisa hidup tanpa setengah napas itu. Ia tidak sadar bahwa tuhannya masih tertidur karena lelah mengabulkan ego manusia yang beragam.

Sudahlah, kisah ini hanya usaha membunuh sepi dan upaya melepaskan diri dari jerat yang  sedari kemarin menghalalkan banyak umpa
tan dan dosa-dosa bahkan yang paling sopan. Selagi esok masih ada, mungkin kita bisa bercerita kembali tentang kisah yang lebih bahagia dari hari ini, mungkin tentang anak anjing yang mulutnya keram kerena sibuk belajar menggongong hingga esok musti diajarkan cara untuk diam; atau menguras kolam ikan sambil menghayal kelak ikan-ikan itu bertelur emas. Mungkin sup telur emas enak disantap; jika ada yang tidak menyukainya coba sajikan telur emas yang dibakar. Sungguh pekerjaan yang konyol dan sia-sia; persis seperti usaha kita untuk saling melupa.

Selamat.

 

Komentar

  1. Mungkin sup telur emas enak disantap; jika ada yang tidak menyukainya coba sajikan telur emas yang dibakar. Sungguh pekerjaan yang konyol dan sia-sia; persis seperti usaha kita untuk saling melupa. 💔

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

AURELIUS

HUKUMAN ADALAH HAK MANUSIA

Pesawat Terbang dan Kebun Tomat